BAB I
PENDAHULUAN
1 1.1
Latar Belakang Masalah
Sistem koloid
berhubungan dengan proses – proses di alam yang mencakup berbagai bidang. Hal
itu dapat kita perhatikan di dalam tubuh makhluk hidup, yaitu makanan yang kita
makan (dalam ukuran besar) sebelum digunakan oleh tubuh. Namun lebih dahulu
diproses sehingga berbentuk koloid. Juga protoplasma dalam sel – sel makhluk
hidup merupakan suatu koloid sehingga proses – proses dalam sel melibatkan
sitem koloid.
Dalam kehidupan sehari-hari ini, sering kita temui beberapa produk yang merupakan campuran dari beberapa zat, tetapi zat tersebut dapat bercampur secara merata/ homogen.
Dalam kehidupan sehari-hari ini, sering kita temui beberapa produk yang merupakan campuran dari beberapa zat, tetapi zat tersebut dapat bercampur secara merata/ homogen.
Misalnya saja saat
ibu membuatkan susu untuk adik, serbuk/ tepung susu bercampur secara merata
dengan air panas. Udara mengandung juga sistem koloid, misalnya polutan padat
yang terdispersi (tercampur) dalam udara, yaitu asap dan debu. Juga air yang
terdispersi dalam udara yang disebut kabut merupakan sistem koloid. Mineral –
mineral yang terdispersi dalam tanah, yang dibutuhkan oleh tumbuh – tumbuhan
juga merupakan koloid. Penggunaan sabun untuk mandi dan mencuci berfungsi untuk
membentuk koloid antara air dengan kotoran yang melekat (minyak). Campuran
logam selenium dengan kaca lampu belakang mobil yang menghasilkan cahaya warna
merah merupakan sistem koloid.
Sistem koloid dapat
menguntungkan dan dapat pula merugikan, salah satu contoh sistem koloid yang
menguntungkan adalah penjernihan air dengan tawas ,air dan tawas merupakan
koloid, sedangkan sistem koloid yang merugikan adalah adanya polusi udara
akibat asap-asap yang timbul dari pabrik.
Zat-zat yang ada dalam
kehidupan kita sehari-hari kebanyakan tidak dalam keadaan murni, melainkan
bercampur dengan dua atau lebih zat lainnya. Campuran suatu zat akan tetap
mempertahankan sifat-sifat unsurnya. Oleh karena itu, suatu bahan kimia akan
dipengaruhi oleh sifat, kegunaan, atau efek dari zat-zat yang menyusunnya.
Kekuatan pengaruh sifat masing-masing zat bergantung pada kandungan zat dalam
bahan yang bersangkutan. Banyak ragam bahan kimia yang ada dalam kehidupan
sehari-hari. Namun, pada makalah ini hanya akan dibahas tentang alat pembersih
pakaian yaitu detergen.
Polusi atau pencemaran
adalah keadaan dimana suatu lingkungan sudah tidak alami lagi karena telah
tercemar oleh polutan. Misalnya air sungai yang tidak tercemar airnya masih
murni dan alami, tidak ada zat-zat kimia yang berbahaya, sedangkan air sungai
yang telah tercemar oleh detergen misalnya, mengandung zat kimia yang
berbahaya, baik bagi organisme yang hidup di sungai tersebut maupun bagi
makhluk hidup lain yang tinggal di sekitar sungai tersebut. Polutan adalah zat
atau substansi yang mencemari lingkungan. Lingkungan perairan yang tercemar
limbah Detergen kategori keras dalam konsentrasi tinggi akan mengancam dan
membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang mengkonsumsi biota tersebut.
Selain itu banyak dari kita yang belum tahu bahaya atau dampak yang ditimbulkan
dari bahan-bahan kimia yang sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
a. Apa itu detergen ?
b. Apa saja bahan-bahan detergen ?
c. Apa itu surfaktan ?
d. Bagaimana bahaya penggunaan detergen ?
e. Bagaimana pencegahan penggunaan detergen ?
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
a. Apa itu detergen ?
b. Apa saja bahan-bahan detergen ?
c. Apa itu surfaktan ?
d. Bagaimana bahaya penggunaan detergen ?
e. Bagaimana pencegahan penggunaan detergen ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
a. Agar
para pembaca mengetahui apa itu detergen
b. Agar
para pembaca mengetahui bahan-bahan detergen
c. Agar
para pembaca mengetahui bahaya penggunaan detergen
d. Agar
para pembaca mengetahui cara pencegahan penggunaan detergen
1.4 MANFAAT PENULISAN
Tujuan penulisan karya ilmiah ini, selain sebagai syarat untuk menyelesaikan
tugas kimia, juga diharapkan untuk memberi manfaat bagi saya sendiri, dan para
pembaca khusunya siswa agar lebih mengerti tentang materi kimia khususnya
materi “KOLOID” .
BAB II
DAMPAK PENGGUNAAN
DETERGEN PEMBERSIH PAKAIAN DALAM KEHIDUPAN
1. Pengertian Detergen
Detergen adalah
pembersih sintetis campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu
pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Yaitu senyawa
kimia bernama alkyl benzene sulfonat (ABS) yang direaksikan
dengan natrium hidroksida (NaOH). Dibanding dengan sabun, detergen
mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta
tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Akan tetapi sabun lebih mudah
diurai oleh mikroorganisme.
Air sadah merupakan air
yang mengandung garam kalsium dan magnesium yang larut dari batuan yang dialiri
air. Kesadahan dibedakan menjadi dua jenis yaitu kesadahan sementara dan
kesadahan tetap. Kesadahan sementara disebabkan garam kalsium hidrogen karbonat
(CaHCO3) yang larut dalam air. Kesadahan ini dapat dihilangkan dengan
pendidihan dan menghasilkan zat padat putih tak larut yaitu kalsium karbonat
(CaCO3) atau kerak air. Kesadahan tetap disebabkan garam kalsium dan magnesium
yang larut dalam air. Kesadahan ini tidak dapat dihilangkan dengan pendidihan
tetapi dengan distilasi. Nah, untuk menghindari hal tersebut, saat ini dipakai
detergen sebagai pengganti sabun. Detergen mengandung zat aktif permukaan yang
serupa dengan sabun, misalnya natrium benzensulfonat (Na-ABS). Garam kalsium
atau magnesium yang larut dalam air sadah jika bereaksi dengan Na-ABS tetap
larut dalam air dan tidak mengendap.
Molekul sabun terdiri
atas dua bagian yaitu bagian yang bersifat hidrofilik dan yang
bersifat hidrofobik. Bagian hidrofilik adalah bagian yang menyukai
air atau bersifat polar. Adapun bagian hidrofobik adalah bagian yang tidak suka
air atau bersifat nonpolar. Kotoran yang bersifat polar biasanya larut dalam
air, sehingga kotoran jenis ini tidak perlu dibersihkan dengan menggunakan
sabun. Kotoran yang bersifat nonpolar, seperti minyak atau lemak tidak akan
hilang jika hanya dibersihkan menggunakan air. Oleh karena itu, diperlukan
detergen sebagai pembersihnya. Ujung hidrofob detergen yang bersifat nonpolar
mudah larut dalam minyak atau lemak dari bahan cucian. Ketika kamu menggosok
atau memeras pakaian membuat minyak atau lemak menjadi butiran-butiran lepas
yang dikelilingi oleh lapisan molekul detergen. Gugus polarnya berada di luar
lapisan sehingga butiran itu larut di air.
Kebersihan merupakan
salah satu faktor penting bagi kesehatan masyarakat. Untuk menjaga kebersihan
badan, pakaian, tempat tinggal serta tempat umum dibutuhkan produk pembersih
atau sabun cuci yang dapat diandalkan. Ibu rumah tangga, rumah sakit, sarana
umum lain hingga hotel berbintang lima pasti menjadikan produk yang satu ini
sebagai bagian kehidupan sehari-hari untuk mencuci pakaian maupun peralatan
rumah tangga.
1. Bahan-bahan Detergen
Pada umumnya, detergen mengandung
bahan-bahan sebagai berikut:
1) Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang
mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak).
Surfaktan ialah molekul organik dengan bagian lifofilik dan bagian polar, yang
berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan
kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktan membentuk bagian penting
dari semua detergen komersial.
2)
Builder
Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan
dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air. Bahan ini
ditambahkan untuk menyingkirkan ion kalsium dan magnesium (kesadahan) dari air
pencuci. Pembangun dapat melakukan hal ini lewat pengkelatan (pembentukan
kompleks) atau lewat pertukaran ion-ion ini dengan natrium. Pembangun juga
meningkatkan pH untuk membantu emulsifikasi minyak dan bufer terhadap perubahan
pH. Pembangun yang paling lazim ialah natrium tripolifosfat (5Na+ P3O105-),
tetapi karena limbah fosfat dapat mencemari lingkungan, jumlah yang digunakan
dibatasi oleh peraturan; baru-baru ini, natrium sitrat, natrium karbonat, dan
natrium silikat mulai menggantikan natrium tripolifosfat sebagai pembangun.
3) Zeolit
Zeolit (natrium aluminosilikat) digunakan sebagai penukar ion, terutama
untuk ion kalsium.
4) Filler
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan Detergen yang tidak mempunyai
kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh Sodium
sulfat.
5) Bahan antiredeposisi
(antiedeposition agent)
Bahan antiredeposisi ialah senyawa yang ditambahkan ke detergen pakaian
untuk mencegah pengendapan kembali kotoran pada pakaian. Contoh yang paling
lazim ialah selulosa eter atau ester.
6) Aditif
Aditif adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih menarik,
misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst, tidak berhubungan langsung
dengan daya cuci Detergen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud
komersialisasi produk. Contoh : Enzim, Boraks, Sodium klorida, Carboxy
Methyl Cellulose (CMC).
3. Jenis-Jenis
Detergen
Kita tentu sudah akrab dengan detergen, selama ini kita mengenal detergen
sebagai bubuk pembersih pakaian. Sebenarnya Detergen adalah senyawa organik,
yang memiliki dua kutub dan bersifat non-polar karakteristik. Ada tiga jenis
Detergen yaitu anionic, kationik, dan non-ionik. Anionic dan permanen kationik
memiliki muatan negatif dan positif yang melekat pada non-polar (hidrofobik) CC
rantai. Detergen non-ionik tidak mempunyai muatan ion tetap, hal ini terjadi
karena mereka memiliki jumlah atom yang lemah elektropositif dan elektronegatif
yang disebabkan oleh kekuatan menarik elektron atom oksigen.
Ada dua jenis karakteristik detergen yang berbeda yaitu fosfat Detergen dan
surfaktan Detergen. Pada umumnya Detergen yang mengandung fosfat akan terasa
panas ditangan, sedangkan surfaktan adalah jenis Detergen yang sangat beracun.
Perbedaan kedua jenis detergen itu adalah Detergen surfaktan lebih berbusa dan
bersifat emulsifying Detergen. Disisi lain fosfat detergen adalah Detergen yang
membantu menghentikan kotoran dalam air. Zat yang terkandung didalam detergen
juga digunakan dalam formulasi dalam pestisida. Degradasi alkylphenol
polyethoxylates (non-ion) dapat menyebabkan pembentukan alkylphenols (terutama
nonylphenols) yang bertindak sebagai endokrin pengganggu jika limbah detergen
bercampur dengan air limbah lain di saluran air.
Berdasarkan bentuk
fisiknya, Detergen dibedakan atas:
- Detergen Cair, secara umum Detergen cair hampir
sama dengan Detergen bubuk. Yang membedakan cuma bentuk fisik. Di
indonesia setahu saya Detergen cair ini belum dikomersilkan, biasanya
digunakan untuk laundry modern menggunakan mesin cuci yang kapasitasnya
besar dengan teknologi canggih.
- Detergen krim, bentuk Detergen krim dengan sabun
colek hampir sama tetapi kandungan formula bahan baku keduanya berbeda.
- Detergen bubuk, jenis Detergen bubuk ini yang
beredar dimasyarakat atau dipakai sewaktu mencuci pakaian. Berdasarkan
keadaan butirannya, Detergen bubuk dapat dibedakan menjadi dua yaitu
Detergen bubuk berongga dan Detergen bubuk padat. Perbedaan bentuk butiran
kedua kelompok tersebut disebabkan oleh perbedaan proses pembuatannya.
2. Surfaktan
Deterjen pada umumnya mencekup setiap bahan pembersih
termasuk sabun, namun kebanyakan dihubungkan dengan deterjen sintetik. Deterjen
dapat mempunyai sifat tidak membentuk endapan dengan ion-ion logam divalen
dalam air sadah (Sastrohamidjojo, 2005).
Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk
membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi.
Dibanding dengan sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai
daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Deterjen
merupakan garam natrium dari asam sulfonat (http//www.chem-is-try.org).
Deterjen telah lama digunakan dalam stabilisasi emulsi dan
deterjen ini merupakan jenis pengemulsi yang paling efisien. Meskipun tindakan
tersebut dapat dikatakan sebagai pengemulsi, maka dapat diketahui bahwa
bahan-bahan yang dapat digunakan sama baiknya dalam memecahkan emulsi (Lata,
1976).
Molekul dan ion yang diadsorpsi pada antarmuka dinamakan
zat-aktif permukaan, atau surfaktan. Pernyataan lain adalah amfifil, yang
mengingatkan bahwa molekul atau ion mempunyai afinitas tertentu baik terhadap
pelarut polar maupun nonpolar, amfifil secara dominan (kuat) bisa hidrofilik
(suka air), lipofilik (suka minyak). Sebagai contoh, alkohol yang mempunyai
rantai-lurus, amina-amina dan asam-asam adalah amfifil yang berubah dari
hidrofilik dominan menjadi lipofilik apabila jumlah atom karbon dalam rantai
karbon naik. Jadi, etil alkohol bercampur dengan air dalam segala perbandingan.
Sebagai bandingannya, kelarutan dalam air dari amil alkohol adalah sangat
kecil, sedang etil alkohol bisa dikatakan sangat lipofilik dan tidak larut
dalam air. Amfifilik merupakan sifat dari zat aktif permukaan yang dapat
menyebabkan zat ini diadsorpsi pada antarmuka. Jadi dalam suatu dispersi dalam
air dari amil alkohol, gugus alkoholik polar dapat bergabung dengan
molekul-molekul air. Tetapi, bagian nonpolar ditolak karena gaya adhesif yang
dapat terjadi dengan air adalah kecil dibandingkan dengan gaya kohesif antara
molekul-molekul air yang berdekatan. Akibatnya, amfifil tersebut diadsorpsi
pada antarmuka (Martin, 1993).
Pada antarmuka udara/air, rantai-rantai lipofilik diarahkan
keatas masuk dalam udara, pada antarmuka minyak/air mereka bergabung dengan
fase minyak. Dengan cara berorientasi demikian pada antarmuka minyak/air, maka
molekul-molekul surfaktan membentuk suatu jembatan antara fase polar dan fase
nonpolar yang menyebabkan terjadinya transisi antara kedua fase tersebut lebih
baik. Untuk membuat agar amfifil terkonsentrasi pada antarmuka, maka amfifil
harus seimbang, dengan pengertian dengan pengertian gugus-gugus yang larut dalam
air harus seimbang dengan gugus-gugusnya yang larut dalam minyak (Moechtar,
1989).
Penggunaan surfaktan sangat bervariasi, seperti bahan
deterjen, kosmetik, farmasi, makanan, tekstil, plastik dan lain-lain. Beberapa
produk pangan seperti margarin, es krim, dan lain-lain menggunakan surfaktan
sebagai satu bahannya. Syarat agar surfaktan dapat digunakan untuk produk
pangan yaitu bahwa surfaktan tersebut mempunyai nilai Hydrophyle Lypophyle
Balance (HLB) antara 2-16, tidak beracun, serta tidak menimbulkan iritasi.
Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah,
bahan pengemulsi dan bahan pelarut. Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk
meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antarmuka,
antara fasa minyak dan fasa air. Surfaktan dipergunakan baik berbentuk emulsi
minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air dalam minyak (Masyithah, 2010).
2.1. Pembagian
surfaktan
a.
Anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion.
Contohnya Alkyl Benzene Sulfonate (ABS), Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS),
Alpha Olein Sulfonate (AOS)
b.
Kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation.
Contohnya garam ammonium
c.
Nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan contohnya ester
gliserin asam lemak, ester sorbiton asam lemak, ester sukrosa asam lemak.
d.
Amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan
negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino.
Kandungan
surfaktan didalam suatu produk deterjen biasanya sebanyak 8-18%.
2.2. Formulasi
kandungan deterjen
2.2.1.
formulasi kandungan deterjen sebagai bahan pembentuk
Pembentuk berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari
surfaktan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air. Contoh
bahan pembentuk yang terdapat dalam deterjen antara ialah Sodium Tri Poly
Phosphate (STPP), Sodium Phosphate, Nitriloacetic Acid (NTA), Ethylene Diamine
Tetra Acetate (EDTA). Secara umum kadar bahan pembentuk sebanyak 20-45%.
2.2.2.
Formulasi kandungan deterjen sebagai bahan pengisi
Pengisi adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai
kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh bahan yang
digunakan ialah Sodium sulfate (Borax) dan Anti-Foaming Agents, yang
memberikan gerak bebas pada deterjen dalam bentuk padat bereaksi secara bebas
di air serta Anti-Foaming Agents berfungsi sebagai pereduksi jumlah
busa. Sodium Silikat juga digunakan sebagai bahan penghambat korosi pada mesin
cuci. Umumnya bahan Pengisi terkandung didalam deterjen sebanyak 5-45%.
2.2.3.
Formulasi kandungan deterjen sebagai bahan tambahan
Bahan tambahan ini biasanya ditambahkan sebagai pelengkap dan
tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen, misalnya pewangi,
pelarut, pemutih, pewarna dan lain-lain. Bahan tambahan yang ditambahkan lebih
dimaksudkan untuk komersialisasi. Contoh bahan yang sering ditambahkan yaitu
Sodium Perkarbonat dan Sodium Perborat, suatu bahan tambahan yang memiliki daya
pemutih. Bahan lainnya yaitu enzim, yang berfungsi sebagai penghilang noda-noda
yang besifat biologis seperti darah. Persentasi banyak bahan tambahan yang ada
di dalam suatu deterjen sebanyak 15-30%.
Surfaktan merupakan bahan utama deterjen, sejak tahun 1960
surfaktan Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) digunakan sebagai formula didalam
deterjen. Konsentrasi surfaktan di dalam air permukaan dengan gas (udara),
padatan (kotoran), dan cair (minyak) dapat menyebabkan pembasahan dan menjadi
media pembersih yang sangat baik. Ini dikarenakan surfaktan memiliki struktur
ampifilik, dimana salah satu bagian dari molekul tergolong ionik atau polar
dengan kekuatan tarik menarik pada air, dan pada bagian lain termasuk golongan
hidrokarbon dengan sifat menolak air. Selain bahan-bahan diatas Lauril alkil
sulfonat sangat dibutuhkan dalam pembuatan detergen khususnya untuk detergen
lunak dimana lebih ramah terhadap lingkungan dan dapat dirusak oleh
mikroorganisme. Sumber utama lauril alkil sulfonat berasal dari industri
perminyakan (Pratama, 2008).
2.3. Emulsi
Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang
tidak tercampur, biasanya air dan minyak cairan yang satu terdispersi menjadi
butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil,
butir-butir ini akan bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang
terpisah. Dalam fase air dapat mengandung zat-zat terlarut seperti pengawet,
zat pewarna, dan perasa. Air yang digunakan sebaiknya adalah akuades. Zat
perasa dan pengawet yang berada dalam fase air yang mungkin larut dalam minyak
harus dalam konsentrasi cukup untuk memenuhi yang diinginkan (Anief, 1999).
Pada emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama, yaitu : pertama, bagian zat
yang terdispersi, biasanya terdiri dari butir-butir minyak. Kedua, medium
pendispersi yang dikenal sebagai fase bertahap, biasanya terdiri dari air.
Bagian ketiga adalah emulgator yang berfungsi sebagai penstabil koloid untuk
menjaga agar butir-butir minyak tetap terdispersi dalam air. Ada beberapa
istilah yang sering digunakan untuk zat pengemulsi diantaranya emulgator,
emulsifier, stabilizer atau agen pengemulsi. Bahan ini dapat berupa sabun,
deterjen, protein atau elektrolit. Jenis emulsi tergantung dari zatnya dan
emulgator yang dipakai misalnya emulsi minyak dalam air emulgator yang baik
adalah sabun atau logam-logam alkali. Berdasarkan jenisnya emulsi dapat
dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
1. Emulsi o/w yaitu
Fase minyak ditambahkan ke dalam fase air, dimana pengemulsinya mudah larut
dalam air sehingga air dikatakan sebagai fase eksternal. Teknik inverse: fase
air dimasukkan ke dalam fase minyak, awalnya terbentuk w/o, viskositas naik
karena volume fase internal naik sampai titik inverse terbentuk o/w.
2.
Emulsi w/o Fase air ditambahkan ke dalam fase minyak dengan pengadukan konstan,
lalu dihomogenkan, digiling untuk mengecilkan ukuran partikel fase internal
untuk meningkatkan stabilitas dan memperbaiki kilatnya emulsi (http://staff.ui.ac.id/internal/130674809/material/Emulsion).
Faktor-faktor yang menentukan apakah akan terbentuk emulsi
A/M atau M/A tergantung pada dua sifat kritis:
1. Terbentuknya butir
tetesan
2.
Terbentuknya rintangan antarmuka.
Rasio fase volume, yaitu jumlah relatif minyak dan air,
menentukan jumlah relatif butir tetesan, dan menaikkan kemungkinan terjadinya
benturan, makin besar jumlah butir tetesan, makin besar kesempatan untuk
benturan. Biasanya fase ekstern dalam jumlah volume yang besar. Tipe emulsi
ditentukan oleh sifat-sifat emulgator, dan dapat disusun aturan sebagai
berikut:
1. Bila emulgator hanya dapat larut atau lebih suka air (sabun natrium)
maka akan terbentuk tipe emulsi M/A. Tetapi bila emulgator hanya dapat larut
atau lebih suka minyak (sabun kalsium) akan terbentuk tipe emulsi A/M.
2. Bagian polar dari molekul emulgator umumnya lebih baik untuk melindungi
koalesen daripada bagian rantai hidrokarbon. Maka itu memungkinkan membuat
emulsi M/A dengan fase intern yang volumenya relatif tinggi. Sebaliknya emulsi
A/M akan terbatas, dan apabila jumlah air cukup banyak akan mudah terjadi
inversi.
Sebagai contoh sistem air-minyak untuk membentuk emulsi A/M
dapat terjadinya baik bila jumlah air di bawah 40%, bila lebih yang stabil
adalah bentuk emulsi M/A. Di samping itu untuk emulsi A/M dengan 20% dan 30%
air akan terjadi bila air ditambahkan pada minyak dengan diaduk. Hal itu perlu
untuk kadar air > 10%. Jangan dicampur dulu minyak dan air kemudian baru
diaduk, karena akan sering gagal. Cara tersebut baik untuk tipe M/A. Tipe
emulsi yang terbentuk juga dipengaruhi oleh viskositas pada tiap fase, emulsi
yang stabil.
Apabila mencampurkan campuran, dua zat cair yang tak
tercampurkan akan terjadi salah satu cairan terbagi menjadi butir-butir
(tetesan) yang kecil dalam cairan yang lain. Apabila pencampuran berhenti, maka
butir-butir cairan tersebut akan mengumpul menjadi satu, dan terjadi suatu
pemisahan. Kegagalan dalam usaha mencampur dua cairan tersebut disebabkab
kohesif antarmolekul dari masing-masing cairan terpisah adalah lebih besar
daripada kekuatan adhesif antara dua cairan. Kekuatan kohesif ini disebabkan adanya
tegangan antarmuka pada batas antara dua cairan tersebut.
Dengan mencampurkan, tegangan antarmuka dapat mudah dipecah,
sehingga terjadi butir-butir tetes yang halus. Dengan mengusahakan penurunan
atau pembebasan efek tegangan anta rmuka secara permanen, maka akan terbentuk
emulsi yang stabil. Terlihat bahwa efek kekuatan ini (tegangan antarmuka) dapat
dibedakan dengan tiga cara:
a. Dengan penambahan
substansi yang menurunkan tegangan antarmuka antara dua cairan yang tak
tercampur.
b.
Dengan penambahan substansi yang menempatkan diri (menyusun) melintang di
antara permukaan dari dua cairan,
c.
Dengan penambahan zat yang akan membentuk lapisan film di sekeliling
butir-butir fase disfers, jadi secara mekanis melindungi mereka dari penggabungan
tetes-tetes (Anief, 1999).
Tipe emulsi yang dihasilkan adalah o/w atau w/o, terutama
bergantung pada sifat zat pengemulsi. Karakteristik ini dikenal sebagai
keseimbangan hidrofil-liofil, yakni sifat polar-nonpolar dari pengemulsi.
Kenyataannya apakah suatu surfaktan adalah suatu pengemulsi, zat pembasah,
deterjen, atau zat penstabil bias diramalkan dari pengetahuan keseimbangan
hidrofil-lipofil. Dalam suatu zat pengemulsi, seperti natrium stearat,
C17H-35COONa, rantai hidrokarbon nonpolar, C17H35 adalah lipofilik atau
suka-minyak gugus karboksil, COONa, adalah hidrofilik atau bagian suka-air
keseimbangan dari sifat hidrofilik dan sifat lipofilik dari suatu pengemulsi
(atau kombinasi dari pengemulsi) menentukan apakah akan dihasilkan suatu emulsi
o/w atau w/o.
Kehadiran zat yang dikenal sebagai agen pengemulsi dapat
digunakan sebagai penyusunan emulsi stabil yang mengandung proporsi yang lebih
besar dari fasa dispersi. Sistem tersebut memiliki sifat yang agak mirip dengan
liofilik, misalnya viskositas tinggi, konsentrasi yang relatif tinggi, dan
stabilitas untuk elektrolit. Kelebihan elektrolit garam merupakan suatu
emulsifier dan sebagainya menyebabkan kestabilan, agen pengemulsi dibagi
menjadi tiga kategori. Yang pertama adalah, senyawa rantai panjang dengan
kelompok kutub, seperti sabun dan panjang rantai asam sulfonat dan sulfat,
semua yang menghasilkan penurunan yang sangat besar di air-minyak tegangan
antarmuka. Bisa dikatakan di sini bahwa deterjen, yang digunakan sebagai
pembersihan, tindakan sabun umumnya dianggap berasal dari kemampuannya untuk
emulsi lemak. Ketika minyak zaitun dan air sangat sedikit terguncang bersama
emulsi kation yang terjadi, tetapi penambahan sejumlah kecil hasil hidroksida
natrium dalam pembentukan emulsi stabil, sabun natrium dibentuk oleh hidrolisis
atau melalui reaksi dengan jejak panjang rantai asam, bertindak sebagai
emulsifier tersebut.
Tampaknya ada konsentrasi optimum tertentu dari sejumlah
sabun, jumlah yang kurang atau lebih dari sabun ini tidak menyebabkan stabilisasi
yang efektif. Kedua, ada zat-zat yang bersifat liofilik, seperti protein,
misalnya kasein dalam susu, dan gusi, dan ketiga, bubuk berbagai larut, sulfat
contoh dasar dari besi, tembaga, sulfat memimpin halus yang terpisah dan oksida
besi, dan lampu hitam, yang menstabilkan sejumlah emulsi. Sabun dari logam
alkali mendukung pembentukan emulsi minyak dalam air, tetapi logam-logam
alkali, dan seng, besi dan aluminium memberikan air dalam sistem minyak.
Demikian pula, sulfat dasar menstabilkan emulsi minyak dalam air, sedangkan
yang lainnya dapat terbentuk ketika karbon yang kecil yang terpisah adalah agen
pengemulsi. Ada beberapa kasus di mana suatu zat larut mampu membawa
emulsifikasi, yodium misalnya dalam sistem eter-air (Glasston, 1960).
2.4. Kestabilan
emulsi
Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak adanya
penggabungan fase dalam, tidak adanya krim, dan memberikan penampilan, bau,
warna dan sifat-sifat fisik lainnya yang baik. Beberapa peneliti mendefinisikan
ketidak stabilan suatu emulsi hanya dalam hal terbentuknya penimbunan dari fase
dalam dan pemisahannya dari produk. Krim yang diakibatkan oleh flokulasi dan
konsentrasi bola-bola fase dalam, kadang-kadang tidak dipertimbangkan sebagai
suatu tanda ketidakpastian. Tetapi suatu emulsi adalah suatu sistem yang
dinamis, dan flokulasi serta krim yang dihasilkan mengambarkan tahap-tahap
potensial terhadap terjadinya penggabungan fase dalam yang sempurna. Fenomena
penting lainnya dalam pembuatan dan penstabilan dari emulsi adalah inversi fase,
yang dapat membantu atau merusak dalam teknologi emulsi. Inversi fase meliputi
perubahan tipe emulsi dari o/w menjadi w/o atau sebaliknya. Begitu terjadi
inversi fase setelah pembuatan, secara logis hal ini dapat dipertimbangkan
sebagai suatu pertanda dari ketidak stabilan (Martin, 1993). Semakin tinggi
viskositas dari suatu sistem emulsi, semakin rendah laju rata-rata pengendapan
yang terjadi, sehingga mengakibatkan kestabilan semakin tinggi. Viskositas
berkaitan erat dengan tahanan yang dialami molekul untuk mengalir pada sistem
cairan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sifat alir suatu emulsi,
diantaranya untuk ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel. Emulsi dengan
globula berukuran halus lebih tinggi viskositasnya dibandingkan dengan emulsi yang
globulanya tidak seragam. Prinsip dasar tentang kestabilan emulsi adalah
kesetimbangan antara gaya tarik-menarik dan gaya tolak menolak yang terjadi
antar partikel dalam suatu sistem emulsi. Apabila gaya ini dapat dipertahankan
tetap seimbang atau terkontrol, maka partikel-partikel dalam sistem emulsi
dapat dipertahankan agar tidak bergabung.
2.4.1
Tegangan Permukaan
Tiap
molekul dalam suatu zat cair bergerak dan selalu dipengaruhi oleh molekul
molekul tetangganya. Suatu molekul yang berada di tengah-tengah sejumlah zat
cair mengalami gaya tarik-menarik molekul tetangganya yang hampir sama dalam
semua jurusan. Molekul yang ada di permukaan zat cair tidak dikelilingi
seluruhnya oleh molekul-molekul tetangganya dan hanya mengalami gaya
tarik-menarik dari molekul-molekul disampingnya dan dibawahnya.
2.4.2
Tegangan antarmuka
Tegangan
antarmuka adalah gaya per satuan panjang yang terjadi pada antarmuka antara dua
fase cair yang tidak dapat tercampur. Tegangan antarmuka selalu lebih kecil
dari tegangan muka, sebab gaya adhesif antara dua fase cair yang membentuk
antarmuka lebih besar dari gaya adhesif antara fase cair dan fase gas yang
membentuk antarmuka (Moecthar, 1989).
2.4.3
Hydrophilic Lipophilic Balance (HLB)
Griffin
merancang suatu skala sebarang dari berbagai angka untuk dipakai sebagai suatu
ukuran keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB) dari zat-zat aktif permukaan. Dengan
bantuan sistem angka ini, adalah mungkin untuk membentuk suatu jarak HLB untuk
efisiensi optimum (terbaik) dari masing-masing golongan surfaktan. Skala HLB
dapat ditunjukkan pada gambar 2.1 (Martin, 1993).
Gambar 2.1. Suatu skala menunjukkan fungsi
surfaktan berdasarkan nilai-nilai HLB
Dalam sistem HLB, disamping menentukan nilai untuk agen-agen
pengemulsi, nilai-nilai juga berikan untuk zat minyak atau yang mirip minyak.
Dalam menggunakan konsep HLB pada pembuatan sebuah emulsi, seseorang akan memilih
agen pengemulsi yang memiliki nilai HLB yang sama atau hampir sama dengan fase
minyak dari emulsi yang diinginkan. Sebagai contoh, minyak mineral memiliki
nilai HLB 4 jika emulsi cair-dalam-minyak diinginkan dan nilai HLB 10,5 jika
emulsi minyak-dalam-air akan dibuat. Untuk membuat sebuah emulsi yang stabil,
agen pengemulsi yang dipilih harus memiliki nilai HLB yang mirip dengan nilai
untuk minyak mineral, tergantung pada tipe emulsi yang diinginkan. Jika
diperlukan, dua atau lebih pengemulsi bisa dikombinasikan untuk mencapai nilai
HLB yang lebih baik (http//topreference.co.tv).
Berdasarkan harga yang terdapat pada tabel diatas dapat
ditentukan harga HLB secara teori dengan menggunakan rumus seperti yang
ditunjukkan pada persamaan 2.1.
HLB = Σ (gugus hidrofil) - Σ (gugus lipofil) + 7
Harga HLB dapat ditentukan secara teoritis dan praktek. Harga
HLB secara praktek dilakukan dengan menggunakan tensiometri cincin Du-Nouy
dimana akan diperoleh harga tegangan permukaan yang telah diplotkan dengan
logaritma konsentrasi dan diperoleh harga konsentrasi misel kritis (kmk). Dari
harga kmk tersebut maka didapat harga HLB seperti yang ditunjukkan pada
persamaan 2.2 (Swern, 1979).
HLB
= 7 – 0,36 ln (Co/Cw) …… …………. Pers. 2.2
Dimana
: Co = harga CMC
Cw
= 100 – Co
2.4.4
Viskositas
Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu
cairan atau fluida. Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat
dengan hambatan untuk mengalir. Beberapa cairan ada yang dapat mengalir cepat,
sedangkan lainnya mengalir cepat, sedangkan lainnya mengalir secara lambat.
Cairan yang mengalir cepat seperti air, alkohol dan bensin mempunyai viskositas
kecil. Sedangkan cairan yang mengalir lambat seperti gliserin, minyak castor
dan madu mempunyai viskositas besar. Jadi viskositas tidak lain menentukan
kecepatan mengalirnya suatu cairan.
Viskometer ostwald merupakan metode yang ditentukan
berdasarkan hokum poiseuille. Penetapannya dilakukan dengan jalan mengukur
waktu yang diperlukan untuk mengalirnya cairan dalam pipa kapiler. Viskositas
dihitung sesuai persamaan poiseuille seperti yang ditunjukkan pada persamaan
2.3.
................ Pers 2.3
t
ialah waktu yang diperlukan cairan bervolume V, yang mengalir melalui pipa
kapailer dengan panjang l dan jari-jari r. Tekanan P merupakan perbedaan
tekanan aliran kedua ujung pipa viscometer dan besarnya diasumsikan sebanding
dengan berat cairan (Yazid
HLB
= Σ (gugus hidrofil) - Σ (gugus lipofil) + 7 ....... Pers. 2.1
2.5. Metode
Pengukuran Tegangan Permukaan
2.5.1.
Metode Cincin Du Nouy
Prinsip
dari Metode cincin du Nouy bergantung pada kenyataan bahwa gaya yang diperlukan
untuk melepaskan suatu cincin platina-iridium yang dicelupkan pada permukaan
adalah sebanding dengan tegangan permukaan atau tegangan antarmuka. Gaya yang
diperlukan untuk melepaskan cincin dengan cara ini diberikan oleh suatu kawat
spiral dan dicatat dalam suatu dyne pada suatu penunjuk yang dikalibrasi,
seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2 (Martin, 1998).
Gambar 2.2. Tensiometer
Du Nuoy
Tegangan
permukaan (γ) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus seperti yang
ditunjukkan pada persamaan 2.4.
γ=
x faktor koreksi
Sebetulnya,
alat itu mengukur bobot zat cair yang ditarik dari bidang antarmuka sesaat
sebelum cincin tersebut terpisah dari cairan. Suatu faktor koreksi dibutuhkan
dalam persamaan seperti diatas, sebab teori yang sederhana tersebut tidak
memperhitungkan variabel-variabel tertentu seperti jari-jari cincin, jari-jari
kawat yang digunakan untuk membuat cincin dan volume zat cair yang terangkat
dari permukaan. Kesalahan-kesalahan sebesar 25 persen dapat terjadi jika faktor
koreksi tidak diperhitungkan dan digunakan (Moechtar, 1989).
2.5.2.
Metode Kenaikan Kapiler
Cara
ini berdasarkan kenyataan bahwa kebanyakan cairan dalam pipa kapiler mempunyai
permukaan lebih tinggi daripada permukaan di luar pipa. Ini terjadi, bila
cairan membasahi bejana, dalam hal ini cairan membentuk permukaan yang cekung
(concave). Bila cairan tersebut membasahi bejana, cairan membentuk permukaan
yang cembung. Pipa kapiler dengan jari-jari r dimasukkan dalam cairan yang
membasahi gelas. Dengan membasahi dingding bagian dalam, zat cair ini naik,
kenaikan ini disebabkan oleh gaya akibat adanya tegangan muka. Penentuan
tegangan permukaan dengan menggunakan metode kenaikan kapiler dapat ditunjukkan
pada persamaan 2.5 (Sukardjo, 1997).
γ=
dimana r = jari-jari pipa kapileR, d
= massa jenis larutan, g = gravitasi bumi, h = tinggi cairan
Metode ini
didasarkan pada gaya yang diperlukan untuk menarik pelat tipis dari permukaan
cairan. Penetapannya diperlukan alat dari lempeng tipis terbuat dari kaca,
platina atau mika dan sebuah neraca. Pelat digantungkan pada salah satu lengan
neraca dan dimasukkan kedalam cairan yang akan diselidiki. Besarnya gaya tarik
pada neraca yang digunakan untuk melepas pelat dari permukaan cairan.
Pada
saat pelat terlepas berlaku hubungan, dapat ditunjukkan pada persamaan 2.6.
F=
W + 2/γ …………………. Pers. 2.6
Sehingga
tegangan permukaan dapat dihitung, seperti persamaan 2.7 (Yazid, 2005).
γ
= ..........................................
Pers. 2.7
Dimana:
γ
= tegangan permukaan
F
= gaya tarik yang dicatat
W
= berat lempeng (pelat)
l
= lebar lempeng
2
= faktor karena ada dua permukaan pada lempeng
2.6. Polistirena
Polistirena
ditemukan sekitar tahun 1930, polistirena merupakan polimer tinggi yaitu
molekul yang mempunyai massa molekul besar. Terdapat di alam (benda hidup,
hewan/tumbuhan) atau disintesis di laboratorium. Polistirena merupakan
makromolekul, yaitu molekul besar yang dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia
yang kecil dan sederhana (monomer). Polistirena rata-rata berat molekulnya
mendekati 300.000. Stirena adalah bahan kimia pembentuk polimer hidrokarbon
jenuh dengan rumus kimia C6H5CH=CH. Dikenal dengan nama vinilbenzena,
phenilethilena.
Menurut
Kirk (1992), stirena adalah cairan tak berwarna dengan bau aromatik yang secara
tak terbatas larut dalam aseton, karbon tetraklorida, benzena, eter n-heptana
dan etanol. Uap stirena mempunyai bau dengan ambang batas 50-150 ppm. Anonimous
(1961) menyatakan bahwa senyawa stirena ini berupa cairan tak berwarna yang
berupa minyak dan berbau khas aromatik.
Sementara
itu menurut Small Business Publications (SBP), polistirena bersifat resin
termoplastis yang transparan, tidak berwarna dalam bentuk larutan atau emulsi
yang encer. Larutan polistirena akan mengeras pada suhu ruangan dan contact
pressure biasa cukup untuk perekatan.
Polistirena
atau polifeniletena dapat dipolimerkan dengan panas, sinar matahari atau
katalis. Derajat polimerisasi polimer tergantung pada kondisi polimerisasi.
Polimer yang sangat tinggi dapat dihasilkan dengan menggunakan suhu di atas
sedikit suhu ruang. Polistirena merupakan termoplastis yang bening (kecuali
jika ditambahkan pewarna/pengisi) dan dapat dilunakkan pada suhu ±100oC. Tahan
terhadap asam, basa dan zat korosif lainnya. Tapi mudah larut dalam
mempengaruhi kekuatan dan ketahanan polimer terhadap panas. Banyak digunakan
untuk membuat lembaran, penutup dan barang pencetak (Tim Penulis, 2007)
Polistirena
dampak-rendah larut dalam toluena panas sedangkan HDPE atau PP nyaris tak larut
di dalamnya. Akan tetapi bila polistirena tadi mengandung sedikit butadiena
terkopolimerisasi, karena adanya sel ikat silang polimer itu menjadi tidak
sempurna larut dalam toluena panas. Jadi memang seringkali, walau polimernya
sederhana. Polistirena yang aromatik, jadi tak serupa poliolefin, bila dibakar
(terus dalam api) akan mengeluarkan banyak asap (Hartomo, 1995).
3. Bahaya
Detergen
Tanpa mengurangi makna
manfaat Detergen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus diakui bahwa bahan
kimia yang digunakan pada Detergen dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap
kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk Detergen yakni
surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak
langsung terhadap manusia dan lingkungannya.
Surfaktan dapat
menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya kelembaban alami yang ada pada
permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Hasil pengujian
memperlihatkan bahwa kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak dengan
bahan kimia dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi ‘sedang’
pada kulit. Surfaktan kationik bersifat toksik jika tertelan dibandingkan
dengan surfaktan anionik dan non-ionik. Sisa bahan surfaktan yang terdapat
dalam Detergen dapat membentuk chlorbenzene pada proses klorinisasi pengolahan
air minum PDAM. Chlorbenzene merupakan senyawa kimia yang bersifat racun dan
berbahaya bagi kesehatan. Pada awalnya surfaktan jenis ABS banyak digunakan
oleh industri Detergen. Namun karena ditemukan bukti-bukti bahwa ABS mempunyai
risiko tinggi terhadap lingkungan, bahan ini sekarang telah digantikan dengan
bahan lain yaitu LAS.
Builders, salah satu
yang paling banyak dimanfaatkan di dalam Detergen adalah phosphate. Phosphate
memegang peranan penting dalam produk Detergen, sebagai softener air. Bahan ini
mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan magnesium.
Berkat aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci Detergen meningkat.
Phosphate yang biasa dijumpai pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate
(STPP). Phosphate tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah
satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang
terlalu banyak, phosphate dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi)
yang berlebihan di badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari
pertumbuhan algae (phytoplankton) yang berlebihan yang merupakan makanan
bakteri. Populasi bakteri yang berlebihan akan menggunakan oksigen yang
terdapat dalam air sampai suatu saat terjadi kekurangan oksigen di badan air
dan pada akhirnya justru membahayakan kehidupan mahluk air dan sekitarnya. Di
beberapa negara, penggunaan phosphate dalam Detergen telah dilarang. Sebagai
alternatif, telah dikembangkan penggunaan zeolite dan citrate sebagai builder
dalam Detergen.
Detergen yang selama ini
kita gunakan untuk mencuci pakaian sebenarnya merupakan hasil sampingan dari
proses penyulingan minyak bumi yang diberi berbagai tambahan bahan kimia
seperti fosfat, silikat, bahan pewarna, dan bahan pewangi. Generasi awal
Detergen pertama kali muncul dan mulai diperkenalkan ke masyarakat sekitar
tahun 1960-an dengan menggunakan bahan kimia pengaktif permukaan (surfaktan)
Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) sebagai penghasil busa.(Wikipedia, 2009).
Polusi atau pencemaran
adalah keadaan dimana suatu lingkungan sudah tidak alami lagi karena telah
tercemar oleh polutan. Misalnya air sungai yang tidak tercemar airnya masih
murni dan alami, tidak ada zat-zat kimia yang berbahaya, sedangkan air sungai
yang telah tercemar oleh detergen misalnya, mengandung zat kimia yang
berbahaya, baik bagi organisme yang hidup di sungai tersebut maupun bagi
makhluk hidup lain yang tinggal di sekitar sungai tersebut.
Polutan adalah zat atau substansi yang mencemari lingkungan. Air limbah detergen termasuk polutan karena didalamnya terdapat zat yang disebut ABS. Jenis Detergen yang banyak digunakan di rumah tangga sebagai bahan pencuci pakaian adalah Detergen anti noda. Detergen jenis ini mengandung ABS (alkyl benzene sulphonate) yang merupakan Detergen tergolong keras. Detergen tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme (nonbiodegradable) sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Rubiatadji, 1993). Lingkungan perairan yang tercemar limbah Detergen kategori keras ini dalam konsentrasi tinggi akan mengancam dan membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang mengkonsumsi biota tersebut.
Polutan adalah zat atau substansi yang mencemari lingkungan. Air limbah detergen termasuk polutan karena didalamnya terdapat zat yang disebut ABS. Jenis Detergen yang banyak digunakan di rumah tangga sebagai bahan pencuci pakaian adalah Detergen anti noda. Detergen jenis ini mengandung ABS (alkyl benzene sulphonate) yang merupakan Detergen tergolong keras. Detergen tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme (nonbiodegradable) sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Rubiatadji, 1993). Lingkungan perairan yang tercemar limbah Detergen kategori keras ini dalam konsentrasi tinggi akan mengancam dan membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang mengkonsumsi biota tersebut.
Awalnya inovasi yang
dianggap cemerlang ini ini mendapatkan respon yang menggembirakan. Namun
seiring berjalannya waktu, ABS setelah diteliti lebih lanjut diketahui
mempunyai efek destruktif (buruk) terhadap lingkungan yakni sulit diuraikan
oleh mikroorganisme. Hal ini menjadikan sisa limbah Detergen yang dikeluarkan
setiap hari oleh rumah tangga akan menjadi limbah berbahaya dan mengancam
stabilitas lingkungan hidup kita.Beberapa negara di dunia secara resmi telah
melarang penggunaan zat ABS ini dalam pembuatan Detergen dan memperkenalkan
senyawa kimia baru yang disebut Linier Alkyl Sulfonat, atau lebih sering jika
kita lihat di berbagai label produk Detergen yang kita pakai dengan nama LAS yang
relatif lebih ramah lingkungan. Akan tetapi penelitian terbaru oleh para ahli
menyebutkan bahwa senyawa ini juga menimbulkan kerugian yang tidak sedikit
terhadap lingkungan. Menurut data yang diperoleh bahwa dikatakan alam
lingkungan kita membutuhkan waktu selama 90 hari untuk mengurai LAS dan hanya
50% dari keseluruhan yang dapat diurai.
Efek paling nyata yang
disebabkan oleh limbah Detergen rumah tangga adalah terjadinya eutrofikasi
(pesatnya pertumbuhan ganggang dan enceng gondok). Limbah Detergen yang dibuang
ke kolam ataupun rawa akan memicu ledakan pertumbuhan ganggang dan enceng
gondok sehingga dasar air tidak mampu ditembus oleh sinar matahari, kadar
oksigen berkurang secara drastis, kehidupan biota air mengalami degradasi, dan
unsur hara meningkat sangat pesat. Jika hal seperti ini tidak segera diatasi,
ekosistem akan terganggu dan berakibat merugikan manusia itu sendiri, sebagai
contoh saja lingkungan tempat pembuangan saluran selokan. Secara tidak langsung
rumah tangga pasti membuang limbah Detergennya melalui saluran selokan ini, dan
coba kita lihat, di penghujung saluran selokan begitu banyak eceng gondok yang
hidup dengan kepadatan populasi yang sangat besar.
Selain merusak
lingkungan alam, efek buruk Detergen yang dirasakan tentu tak lepas dari para
konsumennya. Dampaknya juga dapat mengakibatkan gangguan pada lingkungan
kesehatan manusia. Saat seusai kita mencuci baju, kulit tangan kita terasa
kering, panas, melepuh, retak-retak, gampang mengelupas hingga mengakibatkan
gatal dan kadang menjadi alergi.
Detergen sangat
berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian menyebutkan bahwa
Detergen memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan bersifat karsinogen, misalnya
3,4 Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah kesehatan, kandungan
detergen dalam air minum akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Sedangkan
tinja merupakan jenis vektor pembawa berbagai macam penyakit bagi manusia.
Bagian yang paling berbahaya dari limbah domestik adalah mikroorganisme patogen
yang terkandung dalam tinja, karena dapat menularkan beragam penyakit bila
masuk tubuh manusia, dalam 1 gram tinja mengandung 1 milyar partikel virus
infektif, yang mampu bertahan hidup selama beberapa minggu pada suhu dibawah 10
derajat Celcius.
Dalam jangka panjang,
air minum yang telah terkontaminasi limbah Detergen berpotensi sebagai salah
satu penyebab penyakit kanker (karsinogenik). Proses penguraian Detergen akan
menghasilkan sisa benzena yang apabila bereaksi dengan klor akan membentuk
senyawa klorobenzena yang sangat berbahaya. Kontak benzena dan klor sangat
mungkin terjadi pada pengolahan air minum, mengingat digunakannya kaporit
(dimana di dalamnya terkandung klor) sebagai pembunuh kuman pada proses
klorinasi.
Pada percobaan tersebut
dapat dianalisa bahwa Detergen itu memang mempunyai dampak buruk terhadap
berbagai lingkungan kehidupan kita. Baik itu lingkungan terrestrial dimana kita
hidup, kemudian lingkungan perairan termasuk organisme yang hidup di dalamnya,
atau bahkan juga lingkungan kesehatan manusia sendiri yang sebenarnya tanpa
kita sadari mulai perlahan-lahan menyerang kesehatan kita.
Detergen fosfat tinggi
seperti tri-natrium fosfat (TSP) dapat dibeli di beberapa toko cat dan
perangkat keras. Pembersihan secara teratur dengan Detergen fosfat tinggi telah
terbukti efektif dalam mengurangi debu di yang terdapat di jendela dan di
sekitar pintu.Apa yang terjadi jika limbah Detergent bercampur dengan
air?Detergent memiliki efek beracun dalam air. Semua Detergent menghancurkan
lapisan eksternal lendir yang melindungi ikan dari bakteri dan parasit, selain
itu detergent dapat menyebabkan kerusakan pada insang. Kebanyakan ikan akan
mati bila konsentrasi Detergent 15 bagian per juta. Detergent dengan
konsentrasi rendah pun sebanyak 5 ppm tetap dapat membunuh telur ikan.
Surfaktan Detergen pun tak kalah berbahaya karena jenis detergent ini terbukti
mengurangi kemampuan perkembangbiakan organisme perairan.
Detergen juga memiliki
andil besar dalam menurunkan kualitas air. Bahan kimia organik seperti
pestisida dan fenol akan mudah diserap oleh ikan, dengan konsentrasi Detergen
hanya 2 ppm dapat diserap ikan dua kali lipat dari jumlah bahan kimia
lainnya.Detergent juga memberi efek negatif bagi biota air. Fosfat dalam
Detergen dapat memicu ganggang air tawar bunga untuk melepaskan racun dan
menguras oksigen di perairan. Ketika ganggang membusuk, mereka menggunakan
oksigen yang tersedia untuk mempertahankan hidupnya.
Dalam sebuah literatur
disebutkan, ada fakta yang menarik seputar air di bumi ini. Jumlah total air di
bumi saat ini relatif sama dengan jumlah total air tercipta. Yaitu 70 persen
permukaan bumi kita adalah air. Komposisinya adalah 67 persen terdiri dari air
asin dan tiga persen air tawar. Prosentasi air tawar itu terdiri dari es, air
tanah, air permukaan, dan uap air. Jumlah airnya saat ini memang sama akan
tetapi yang berubah bentuknya. Tidak semua air tawar tersebut dapat di pakai,
penyebabnya adalah pencemaran lingkungan yang dibuat oleh manusia sendiri
seperti limbah dari pemakaian detergen.
5. Pencegahan
Bahaya Detergen
Kesadaran masyarakat
pengguna Detergen mesin akan dampak dibalik manfaat Detergen mesin cuci perlu
ditingkatkan. Peran serta masyarakat dalam mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan oleh penggunaan Detergen sangat diharapkan. Banyaknya pilihan
produk yang diinformasikan melalui iklan memang bisa menguntungkan konsumen.
Tetapi konsumen tetap perlu berhati-hati, karena kesalahan memilih produk akan
merugikan konsumen sendiri. Sebaiknya konsumen memilih Detergen yang pada
kemasannya mencantumkan penandaan nama dagang, isi / netto, nama bahan aktif,
nama dan alamat pabrik, nomor ijin edar, nomor kode produksi, kegunaan dan
petunjuk penggunaan, juga tanda peringatan serta cara penanggulangan bila
terjadi kecelakaan. Selain itu dianjurkan bagi konsumen untuk memilih produk
yang mencantumkan bahan aktif yang lebih aman dan ramah lingkungan. Informasi
mengenai produk ramah lingkungan dapat dilihat pada label baik berupa logo
hijau maupun klaim ramah lingkungan. Selain itu produsen sebaiknya memberikan
informasi yang lebih lengkap mengenai produknya.
Kemampuan Detergen untuk
menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada kain atau objek lain,
mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi dan
meningkatkan umur pemakaian kain, karpet, alat-alat rumah tangga dan peralatan
rumah lainnya, sudah tidak diragukan lagi. Oleh karena banyaknya manfaat
penggunaan Detergen, sehingga menjadi bagian penting yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern.
Ada dua ukuran yang
digunakan untuk melihat sejauh mana produk kimia aman di lingkungan yaitu daya
racun (toksisitas) dan daya urai (biodegradable). ABS dalam lingkungan
mempunyai tingkat biodegradable sangat rendah, sehingga Detergen ini
dikategorikan sebagai ‘non-biodegradable’. Dalam pengolahan limbah
konvensional, ABS tidak dapat terurai, sekitar 50% bahan aktif ABS lolos dari
pengolahan dan masuk dalam sistem pembuangan. Hal ini dapat menimbulkan masalah
keracunan pada biota air dan penurunan kualitas air. LAS mempunyai
karakteristik lebih baik, meskipun belum dapat dikatakan ramah lingkungan. LAS
mempunyai gugus alkil lurus / tidak bercabang yang dengan mudah dapat diurai
oleh mikroorganisme.
Hal lain yang perlu
diperhatikan oleh konsumen dalam menggunakan Detergen adalah cara penggunaan
yang benar. Pada beberapa Detergen bubuk ternyata terdapat petunjuk yang tidak
tepat. Yaitu ketika konsumen dianjurkan menggunakan takaran genggam. Hal ini
sungguh berisiko karena Detergen bersifat basa yang berarti korosif terhadap
kulit. Apalagi jika kulit pengguna bersifat sensitif, maka takaran Detergen
yang menggunakan istilah ‘genggam’ tersebut akan langsung memberikan reaksi
pada kulit berupa gatal, mengering dan pecah-pecah. Selain itu, takaran genggam
bukan ukuran yang bersifat pasti, karena hanya berupa kira-kira yang sangat
tergantung kepada ukuran tangan seseorang. Jadi kecenderungan konsumen untuk
menggunakan berlebihan memang besar. Disamping itu, karena slogan-slogan pada
iklan produk Detergen baik di media elektronik maupun media cetak, timbul
persepsi konsumen bahwa busa banyak bisa mencuci lebih bersih. Padahal busa
yang terlalu banyak bukan berarti Detergen menjadi lebih efektif, malah
sebaliknya, daya cucinya terhambat. Selain itu keberadaan busa-busa di
permukaan badan air menjadi salah satu penyebab kontak udara dan air terbatas
sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan
organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian. Oleh karena
itu sebaiknya konsumen menggunakan takaran khusus untuk Detergen dan produsen
menyediakan alat takar tersebut di dalam kemasan produknya.
Air yang tercemari
detergen dapat mengancam kehidupan organisme yang hidup di dalamnya, salah
satunya adalah ikan. Selain ikan masih banyak organisme lain, seperti
fitoplankton, zooplankton/protozoa, cyanobacteria, dan lain-lain. Jika
organisme-organisme seperti fitoplankton mati, maka zooplankton akan mati
karena tidak ada makanan, ikan-ikan pun akan mati karena zooplankton yang biasa
dimakan tidak ada. Dengan kata lain detergen dan polutan lainnya yang mencemari
air dapat memusnahkan seluruh organisme yang hidup di
dalamnya.Besar tidaknya pengaruh detergen dan polutan lainnya pada ikan dan
makhluk hidup lain tergantung pada konsentrasi polutan tersebut. Semakin tinggi
konsentrasi polutan, semakin besar pengaruhnya.
Sabun dan detergen dapat
menjadikan lemak dan minyak yang tadinya tidak dapat bercampur dengan air
menjadi mudah bercampur. Sabun dan detergen dalam air dapat melepaskan sejenis
ion yang memiliki bagian yang suka air (hidrofilik) sehingga dapat larut dalam
air dan bagian yang tidak suka akan air (hidrofobik) sehingga larut dalam
minyak atau lemak.Jika dalam pakaian yang dicuci dengan detergen terdapat
kotoran lemak maka bagian ion yang bersifat hidrofobik masuk ke dalam butiran
lemak atau minyak dan bagian ion tersebut yang bersifat hidrofilik akan
mengarah ke pelarut air. Keadaan ini menyebabkan butiran-butiran minyak akan
saling tolak-menolak karena menjadi bermuatan sejenis. Akibatnya, kotoran lemak
atau minyak yang telah lepas dari pakaian tidak dapat saling bersatu lagi dan
tetap berada dalam larutan.
Kita perlu hati-hati
dalam memilih bahan pembersih, bahan tersebut jangan sampai menimbulkan
pengaruh yang buruk terhadap lingkungan. Beberapa jenis detergen sukar
diuraikan oleh pengurai. Jika detergen ini bercampur dengan air tanah yang
dijadikan sumber air minum manusia atau binatang ternak maka air tanah tersebut
akan membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, kita sebaiknya memilih detergen
yang limbahnya dapat diuraikan oleh mikrorganisme (biodegradable). Pengaruh
buruk yang dapat ditimbulkan oleh pemakaian detergen yang tidak selektif atau
tidak hati-hati adalah:
- rusaknya keindahan lingkungan perairan;
- terancamnya kehidupan hewan-hewan yang hidup di
air; dan
- merugikan kesehatan manusia.
Gunakanlah detergen
sebijaksana mungkin, jangan buang air cucian ke perairan yang banyak organisme
yang hidup di dalamnya. Gunakanlah ilmu pengetahuan kita untuk menciptakan
solusi masalah ini, misalnya detergen yang ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Adit (2010). Bahan Kimia Berbahaya dalam
Kehidupan Sehari-Hari. From
http://klikbelajar.com/pelajaran-sekolah/pelajaran-kimia/bahan-kimia-berbahaya-dalam-kehdupan-sehari-hari/,
16 Oktober 2011.
Arif (2011). Kimia. From
http://k2oke.multiply.com/journal/item/43/Kimia, 23 Oktober 2011.
Ayah, Benny (2007). Softening Pelunakan
pada Air Sadah. From
http://bennysyah.edublogs.org/2007/04/27/softening-pelunakan-pada-air-sadah, 23
Oktober 2007.
“Berpacu Menyelamatkan Air Bersih”, Banjarmasin
Post, 23 Maret 2011. Hal 26.
Biasa, manusia (2010). Daya Kerja
Detergen. From
http://funny-mytho.blogspot.com/2010/12/daya-kerja-Detergen.html, 23 Oktober
2011.
Diklat Jauh Wirausaha (2011). Detergen.
From http://www.diklatjauh.com/2011/03/Detergen.html, 16 Oktober 2011.
Dwi, Bardiana (2011). Macam-Macam
Detergen. From http://kimiadahsyat.blogspot.com/2011/02/macam-macam-detergen.html,
16 Oktober 2011.
Hart Harold, dkk. 2003. Kimia Organik.
Jakarta : Erlangga
Made in China (2011). China Caustik Soda
99 96 Flakes Sodium Hydroxide NaOH. From
http://www.made-in-china.com/showroom/gzhanglian/product-detailOeFEqLdGrxhb/China-Caustic-Soda-99-96-Flakes-Sodium-Hydroxide-NaOH-.html,
23 Oktober 2011.
Maswan, Fadjar (2011). Bahan Kimia dalam
Rumah Tangga. From
http://www.scribd.com/doc/51696399/06-Bab-5-bahan-kimia-dalam-rumah-tangga. 22
Oktober 2011.
Matsjeh, Sabirin., dkk. 1996. Kimia
Organik 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Raudatul, Jannah (2011). Tempat Aneh di
Dunia. From
http://jannahraudatul.wordpress.com/2011/03/07/tempat-%E2%80%93-tempat-aneh-di-dunia,
23 Oktober 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar